Selasa, 09 Maret 2010
Suatu ketika someone bertanya padaku
“Apakah kamu sudah punya pacar?“
Aku jawab ”Belum”
“Maukah kamu jadi pacarku?“ Ia kembali bertanya.
Aku jawab”aku tak mau pacaran”
”Kenapa tidak mau pacaran?”
“Karena pacaran adalah hal yang terlarang dalam Islam”, kataku.
”Kenapa begitu? bukankah pacaran adalah ajang perkenalan agar tidak menyesal setelah menikah, kalau menikah tanpa perkenalan bagaikan membeli kucing dalam karung dong?” Katanya mencibir keyakinanku yang tidak mau pacaran.
Aku jawab bahwa Islam tidak sesempit itu. Islam selalu menghadirkan solusi terbaik bagi setiap problematika hidup. Islam datang lengkap bersama aturannya, aturan yang sesuai fitrah manusia, memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Dalam Islam tidak ada pacaran, tapi taaruf…dan taaruf bukanlah semacam pacaran Islami.
Coba kita lihat apa yang dilakukan oleh orang yang berpacaran. Jalan berdua, saling berpandangan dan terkadang berpegangan tangan, saling merayu, dan lain-lain kegiatan yang menjurus pada nafsu dan syahwat. Maka, Pacaran itu adalah salah satu pintu untuk mendekati zina. Dan perintah Allah sudah begitu jelas dalam surat Al-Isra ayat 32 "dan janganlah kamu mendekati zina karena sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”,
Perintah Allah sudah begitu jelas, Dia melarang hambanya untuk hanya sekedar mendekati, hanya mendekati. Dia amat paham dengan rinci setiap kemampuan hamba-Nya.
Manusia itu adalah mahluk yang serba lemah dan tidak berdaya. Jadi, jangan pernah sombong dengan kemapuan kita menjaga diri di dalam maksiat. Berpura-pura buta dan tuli serta menutup mata dan telinga dari kebenaran. Apakah aku harus pura-pura buta dan tuli, padahal kebenaran itu telah sampai padaku. Aku tidak mau kelak di hari penghisaban amal, Allah berkata padaku dengan murka
"celakalah kamu, padahal telah datang peringatan padamu, tapi kamu malah berpaling dan mengabaikannya. Sekarang terimalah balasan atas semua kelalaian dan kesombonganmu". Aku tidak sanggup, aku tidak berani menjamin. Apalagi syetan selalu menggoda dari segala penjuru. Bagaimana mungkin iman bisa terjaga, sementara kita berada d tempat yang menjauhkan kita dari-Nya, kita melakukan hal yang melanggar syariatNya. Aku tak sanggup, aku hanya manusia biasa. Aku tak mau menggadaikan iman hanya untuk mengejar cinta sesaat. Allah...biarlah kering dua telaga beningku di dunia, asalkan aku dapat menjadi hamba yang beruntung, yakni hidup dalam keridhaan-Mu, dunia dan akhirat. Aku tak peduli dengan cibiran orang-orang padaku. Walaupun pahit dan sakitnya terasa sampai ke hati, tapi aku yakin nanti berbuah manis. ”Kalau begitu bagaimana kamu bisa menikah? Jodoh tidak turun sendiri dari langit, dan harus ada salah satu usaha untuk bisa menjemput jodoh. Kalau kamu tidak pacaran Itu berarti kamu tidak berusaha dong?” Dia kembali bertanya. Aku tidak pacaran bukan berarti aku tidak berusaha, tapi aku ingin mendapat suami dengan jalan yang diridhai-Nya. Bahkan, aku adalah gadis yang bercita-cita menikah di usia muda. Tapi, aku hanyalah manusia biasa. Percayalah pada-Nya. Aku tidak pacaran, bukan berarti aku tak mau menikah. Tapi ini adalah wujud ketaatanku dan usahaku untuk meraih ridha-Nya. Dan Sebagai usaha juga, agar nanti aku mendapat jodoh yang baik. Baik menurut pandangan-Nya.
Aku yakin dan percaya pada-Nya. Masalah jodoh sudah ada ketetapannya. Aku tidak pacaran, bukan berarti aku tidak mau menikah. Jika aku selalu menolak lelaki yang datang, bukan berarti pula aku menolak jodoh. Hal ini terjadi, karena memang belum sampai pada jodohku. Jika saatnya tiba, Allah pasti akan membukakan hatiku untuk menerima lelaki yang memang telah disiapkan Allah untukku. Dengan cara yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran ku. ”Aku mengerti kini kenapa kamu tidak pernah punya pacar dan pacaran. Tapi bagaimanakah pandanganmu tentang jatuh cinta? Apakah kamu tidak pernah jatuh cinta, sehingga kamu selalu saja menolak cinta para pria dengan berbagai alasan. ”Cinta..?
Ah bagaimana bisa aku jatuh cinta. Bagaimana bisa cinta itu hadir, sementara belum ada ijab. Bagaimana cinta bisa datang, sementara belum ada cinta dan janji yang terucap dihadapan-Nya. Ya...bagaimana bisa aku jatuh cinta, bagaimana aku bisa percaya dengan cinta seorang lelaki sementara ia tidak mengetuk hatiku dengan nama-Nya. Ya...sejak dulu, saat aku telah beranjak balig, tak ada satupun lelaki yang bisa meraih hatiku. Tak ada satupun lelaki yang mampu mengetuk pintu hatiku dengan cinta dan kesetiaannya. Berkali-kalipun mereka mengetuk dan dengan berbagai cara apapun. Tapi aku tetap tidak bergeming. Aku tidak percaya dengan cinta mereka. Aku tidak percaya. Kenapa? Karena cinta yang mereka bawa bukanlah cinta sejati. Walaupun dimata nampak bagaikan pecinta sejati. Dan aku takan pernah membiarkan hatiku tergoda apalagi terbuka untuk cinta palsu dan sementara. Maafkan aku. Sungguh aku tak bermaksud menyakiti apalagi merasa sok cantik. Tidak. Tapi, aku memang benar-benar tak sanggup untuk menerima cinta sesaat. Walaupun aku begitu tersanjung dengan cinta mereka dan terkadang juga aku begitu simpati dengan mereka. Tapi, Aku tak pernah peduli dengan perasaanku yang menggelora, sungguh aku tak peduli sakitnya hati karena cinta bertepuk sebelah tangan. Aku lebih memilih memendam cintaku, dan menitipkan semua perasaanku kepada Sang empunya cinta. Jika saatnya tiba, saat seorang lelaki datang mengetuk hatiku dengan nama-Nya. Membawa cinta-Nya dan mengikatku dalam rangkaian khitbah dan akad nikah, maka saat itulah aku akan percaya dengan cinta seorang lelaki, dan aku akan membuka lebar-lebar hatiku untuk cintanya, ya...saat itulah aku akan merasakan bagaimana indahnya jatuh cinta. Jatuh cinta yang sesungguhnya. Jatuh cinta dengan seorang yang sudah dihalalkan Allah untuk diriku. Jatuh cinta dengan jodohku. Jatuh cinta kepada suamiku. Cinta yang terlahir karena mengharap ridha-Nya, cinta yang sesungguhnya, cinta yang suci, cinta yang hakiki, cinta yang sejati, cinta yang telah didoakan oleh sepuluh ribu malaikat penghuni langit dan bumi. Cinta yang akan menuai banyak pahala dan berkah-Nya sepanjang masa. Cintanya sepasang pengantin yang telah diridhai oleh Tuhannya. Maka nikmat tuhan-Mu yang manakah yang kamu dustakan?
Rabu, 18 Maret 2009
Negara yang Menyehatkan
Category: Humor Umum
Tuan John, seorang Turis dari Bosnia, tiba di Indonesia. Di dalam taksi bandara, John bertanya kepada supirnya."Apakah negara ini benar-benar negara yang bisa menyehatkan kita?"
"Oh ya benar," kata si supir taksi. "Waktu pertama kali saya datang di negara ini, saya tidak bisa berbicara satu patah kata pun. Rambut di kepala saya hanya sedikit. Saya juga tidak punya kekuatan untuk berjalan dengan kakiku sendiri, dan saya harus terus menerus berbaring di tempat tidur."
"Wow hebat, Anda sudah sehat bugar sekarang!" kata John, "Berapa lama Anda berada di sini?"
"Ohh... saya lahir di sini."
Kamis, 05 Februari 2009
INFO
FINANCIAL MANAGEMENT
By: Safir Senduk
From IndoExchange.com
A huge earning is usually considered for measuring the wealth of someone. However, why do so many people with huge income frequently end up running out of money in the middle or at the end of the month? What is the problem?
If you have a job now, do you remember the first one you ever had? Usually, the first experience on work is the most unforgettable experience.
Let's take an example. Anto was still living with his family until he got a job at the age of 23, as a clerk in a trading company. At that time, he had just graduated. Although he had to go through a probationary period, Anto was so excited when he knew that he would get his first salary. His salary was Rp 600,000, which he would receive on the 27th.
We can guess what he would want to do: he wanted to treat his family. He wanted to express his gratitude for getting a salary for the first time in his life, and he also wanted to show them that he was independent now.
Let's see: he received the salary on the 27th. On the 29th he took his family out for a meal in an all-you-can-eat restaurant, so each of them could satisfy their appetite. The pre-tax cost for one person was Rp 22,000, and after tax was Rp 24,200 per person. All of his family members were 7, consisting of his father, mother, one big brother and 3 annoying younger brothers. All was 6, plus Anto made it 7. It means that he had to pay the dinner bill of Rp 169,400. Which means, only 2 days after he received his salary, he had already spent 28% out of his salary for that month. So, he had only Rp 430,600 left for the rest of the month.
"No problem", thought Anto. "It's my own family that I treated, not other people. Besides, it's not every day I do that. Once a month is enough." Days went by. One week, 2 weeks, 3 weeks. "Hmm…that stuff in the mall looks pretty good. There is a very interesting looking shirt. Okay, it costs Rp 28,000. There's also this nice pair of trousers to wear for work. Very cheap, costs only Rp 65,000. It won't hurt to look stylish at the office". He then started buying things. "Okay", Anto thought, "one shirt and a pair of pants for this month. The rest of my salary would be used for transportation and food until the end of the month" .
What happened? On the 24th of the next month, just three days before his second-month payday, he had only Rp 50,000 left.
Anto started thinking. Okay...., such was because he spent most of his money to treat his family. Also this was his first time working. Within the coming months, his finance would be better.
The second month, he got his salary again. Still in the same amount. No raise yet. The difference was no more treating the family. Days and weeks went by. A few days before his third salary, he only had Rp 75,000 left.
Three months passed by, he was finally accepted as permanent employee. He got a Rp 150,000 raise to Rp 750,000. "Not bad", Anto thought. This meant that I would be able to "breath" and save a little. But strangely, a few days before even one month period ended, his still had only little money left. The sixth month, the seventh month, the eight month, although he got a raise, but he still ran out of money and could not put any into savings.
As a matter of fact, Anto is not the only one, whose income is under Rp 1m, with this problem. Even people with millions per month income still have trouble saving money.
What is really happening? Many people think that by getting a raise, they will not run out of money in the middle of the month and they can save for sure. Every month they hope that they will get a raise the next months. But after they really get a raise, they still run out of money.
It is clear that the solution here lies not on how big your income is. The amount of your income does not guarantee that you will not run out of money in the middle of the month. The size of your income does not guarantee that you will be able to save. The key here is not how much money you make, but how you manage your income so that it can be stretched in a one-month period.
There is no fixed way on the right method to manage your finance. However, based from experiences, there are several things that can help you manage your finance well each month: